M. Hendri Agustiawan, SH, SA

Selasa, 01 November 2016

HUKUM MEMPERGUNAKAN ZAKAT UNTUK MEMBANGUN MASJID Dr. Yusuf Qardhawi



PERTANYAAN

Saya seorang muslim yang diberi banyak  karunia  oleh  Allah
yang  saya tidak mampu mensyukurinya dengan sepenuhnya meski
apa pun yang saya lakukan, karena apa yang saya lakukan  itu
sendiri   juga   merupakan  nikmat  dari  Allah  yang  harus
disyukuri.

Diantara karunia  yang  Allah  berikan  kepada  saya  adalah
kekayaan  yang  -  alhamdulillah  -  cukup  banyak, dan saya
mengeluarkan zakatnya setiap  tahun.  Saya  juga  menerapkan
pendapat  Ustadz  untuk  menzakati penghasilan gedung-gedung
yang saya peroleh setiap  bulan  tanpa  menunggu  perputaran
satu  tahun,  dengan  besar  zakat seperdua puluh dari total
penghasilan.

Pertanyaan yang saya lontarkan kepada Ustadz sekarang adalah
mengenai  penggunaan  zakat  untuk  pembangunan  masjid yang
digunakan untuk mengerjakan  shalat  didalamnya,  mengadakan
majelis taklim, dan mengumpulkan kaum muslim untuk melakukan
ketaatan kepada Allah Ta'ala.

Kami - yang berdomisili di negara Teluk -  sering  didatangi
saudara-saudara  dari  negara-negara miskin yang ada di Asia
dan Afrika yang mengeluhkan berbagai penderitaan, sedikitnya
penghasilan,  banyaknya  jumlah  penduduk, seringnya ditimpa
bencana alam, disamping tekanan dari kelompok-kelompok  yang
memusuhi  Islam, baik dari negara-negara Barat maupun Timur,
dari golongan salib, komunis, dan lainnya.

Bolehkah kami memberikan zakat kepada  saudara-saudara  kami
kaum  muslim  yang  miskin  yang  tertekan  dalam  kehidupan
beragama dan dunia mereka, ataukah tidak boleh?  Fatwa  yang
pernah  diberikan  para  mufti berbeda-beda mengenai masalah
ini, ada yang melarang dan ada yang  membolehkan.  Dan  kami
tidak merasa puas melainkan dengan fatwa Ustadz.

Semoga  Allah  meluruskan langkah Ustadz, memuliakan Ustadz,
dan menjadikan yang lain mulia karena Ustadz.

JAWABAN

Semoga Allah memberikan berkah kepada saudara  penanya  yang
terhormat   mengenai   apa   yang   telah   dikaruniakan-Nya
kepadanya.      Mudah-mudahan      Allah      menyempurnakan
nikmat-nikmat-Nya atasnya dan menolongnya untuk selalu ingat
kepada-Nya dan bersyukur kepada-Nya serta memperbaiki ibadah
kepada-Nya. Saya merasa gembira bahwa dia telah mengeluarkan
zakat  dari  penghasilan  gedung-gedungnya   sesuai   dengan
pendapat  yang saya pandang kuat, tanpa menunggu berputarnya
masa satu tahun. Mudah-mudahan saja dia menginfakkan seluruh
hasilnya atau sebagiannya.

Adapun  menyalurkan  zakat untuk pembangunan masjid sehingga
dapat digunakan untuk  mengagungkan  nama  Allah,  berdzikir
kepada-Nya,  menegakkan  syiar-syiar-Nya, menunaikan shalat,
serta menyampaikan pelajaran-pelajaran dan  nasihat-nasihat,
maka hal ini termasuk yang diperselisihkan para ulama dahulu
maupun sekarang. Apakah yang  demikian  itu  dapat  dianggap
sebagai  "fi  sabilillah"  sehingga termasuk salah satu dari
delapan sasaran zakat sebagaimana yang  dinashkan  di  dalam
Al-Qur'anul Karim dalam surat at-Taubah:

"Sesungguhnya  zakat-zakat  itu  hanyalah  untuk orang-orang
fakir, orang-orang  miskin,  pengurus-pengurus  zakat,  para
muallaf  yang  dibujuk  hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang  yang   berutang,   untuk   jalan   Allah,   dan
orang-orang  yang  sedang  dalam  perjalanan,  sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah  Maha  Mengetahui
lagi Maha Bijaksana." (at-Taubah: 60)

Ataukah  kata  "sabilillah itu artinya terbatas pada "jihad"
saja sebagaimana yang dipahami oleh jumhur?

Saya telah menjelaskan masalah ini secara terinci  di  dalam
kitab  saya Fiqh az-Zakah, dan di sini tidaklah saya uraikan
lagi masalah tersebut.

alam buku itu saya memperkuat pendapat jumhur ulama, dengan
memperluas  pengertian  "jihad"  (perjuangan)  yang meliputi
perjuangan bersenjata (inilah  yang  lebih  cepat  ditangkap
oleh  pikiran),  jihad  ideologi  (pemikiran), jihad tarbawi
(pendidikan), jihad da'wi (dakwah), jihad  dini  (perjuangan
agama),   dan   lain-lainnya.  Kesemuanya  untuk  memelihara
eksistensi Islam dan menjaga  serta  melindungi  kepribadian
Islam  dari  serangan  musuh yang hendak mencabut Islam dari
akar-akarnya, baik  serangan  itu  berasal  dari  salibisme,
misionarisme,  marxisme,  komunisme,  atau dari Free Masonry
dan zionisme, maupun dari antek dan  agen-agen  mereka  yang
berupa  gerakan-gerakan  sempalan  Islam  semacam  Bahaiyah,
Qadianiyah, dan Bathiniyah (Kebatinan), serta  kaum  sekuler
yang terus-menerus menyerukan sekularisasi di dunia Arab dan
dunia Islam.

Berdasarkan hal ini maka saya  katakan  bahwa  negara-negara
kaya  yang  pemerintahnya  dan  kementerian  wakafnya  mampu
mendirikan masjid-masjid yang diperlukan oleh umat,  seperti
negara-negara  Teluk,  maka  tidak  seyogianya  zakat disana
digunakan  untuk  membangun  masjid.   Sebab   negara-negara
seperti  ini  sudah  tidak  memerlukan  zakat untuk hal ini,
selain itu masih ada sasaran-sasaran  lain  yang  disepakati
pendistribusiannya  yang  tidak  ada penyandang dananya baik
dari uang zakat maupun selain zakat.

Membangun sebuah masjid  di  kawasan  Teluk  biayanya  cukup
digunakan  untuk  membangun  sepuluh  atau  lebih  masjid di
negara-negara muslim yang  miskin  yang  padat  penduduknya,
sehingga  satu  masjid  saja  dapat  menampung  puluhan ribu
orang.  Dari  sini   saya   merasa   mantap   memperbolehkan
menggunakan  zakat  untuk  membangun masjid di negara-negara
miskin  yang  sedang   menghadapi   serangan   kristenisasi,
komunisme,    zionisme,    Qadianiyah,    Bathiniyah,    dan
lain-lainnya. Bahkan  kadang-kadang  mendistribusikan  zakat
untuk  keperluan  ini  -  dalam  kondisi seperti ini - lebih
utama daripada didistribusikan untuk yang lain.

Alasan saya memperbolehkan hal ini ada dua macam:

Pertama, mereka adalah kaum yang fakir, yang harus  dicukupi
kebutuhan  pokoknya  sebagai  manusia  sehingga  dapat hidup
layak  dan  terhormat  sebagai  layaknya   manusia   muslim.
Sedangkan  masjid  itu merupakan kebutuhan asasi bagi jamaah
muslimah.

Apabila mereka tidak memiliki dana untuk mendirikan  masjid,
baik dana dari pemerintah maupun dari sumbangan pribadi atau
dari para  dermawan,  maka  tidak  ada  larangan  di  negara
tersebut  untuk  mendirikan  masjid  dengan menggunakan uang
zakat. Bahkan masjid itu wajib didirikan dengannya  sehingga
tidak ada kaum muslim yang hidup tanpa mempunyai masjid.

Sebagaimana  setiap orang muslim membutuhkan makan dan minum
untuk  kelangsungan  kehidupan   jasmaninya,   maka   jamaah
muslimah  juga membutuhkan masjid untuk menjaga kelangsungan
kehidupan rohani dan iman mereka.

Karena itu, program  pertama  yang  dilaksanakan  Nabi  saw.
setelah  hijrah  ke  Madinah  ialah mendirikan Masjid Nabawi
yang mulia yang menjadi pusat kegiatan Islam pada zaman itu.

Kedua, masjid di negara-negara yang sedang menghadapi bahaya
perang  ideologi  (ghazwul  fikri)  atau yang berada dibawah
pengaruhnya,  maka  masjid  tersebut  bukanlah   semata-mata
tempat  ibadah,  melainkan  juga  sekaligus  sebagai  markas
perjuangan dan benteng untuk  membela  keluhuran  Islam  dan
melindungi syakhshiyah islamiyah.

Adapun  dalil  yang  lebih  mendekati  hal ini ialah peranan
masjid dalam membangkitkan harakah umat Islam  di  Palestina
yang  diistilahkan dengan intifadhah (menurut bahasa berarti
mengguncang/ menggoyang; Penj.) yang pada awal  kehadirannya
dikenal  dengan  sebutan  "Intifadhah  al masajid." Kemudian
oleh media informasi diubah menjadi "Intifadhah  al-Hijarah"
batu-batu   karena   takut  dihubungkan  dengan  Islam  yang
penyebutannya  itu  dapat  menggetarkan  bangsa  Yahudi  dan
orang-orang yang ada di belakangnya.

Kesimpulan: menyalurkan zakat untuk pembangunan masjid dalam
kondisi seperti itu termasuk infak zakat fi sabilillah  demi
menjunjung   tinggi  kalimat-Nya  serta  membela  agama  dan
umat-Nya. Dan setiap infak harta untuk semua  kegiatan  demi
menjunjung   tinggi   kalimat  (agama)  Allah  tergolong  fi
sabilillah (di jalan Allah).

Wa billahit taufiq.

-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X

Tidak ada komentar:

Posting Komentar